Oleh : Drs Bambang Sri Wahyono, MPd
HAKIKAT dari suatu perubahan haruslah mengandung isi dan arah menuju
suatu perbaikan kondisi atau mengarah pada peningkatan mutu yang lebih
baik daripada sebelumnya. Demikian pula harapan tentang perubahan
kurikulum 2013 yang segera diimplementasikan pada tahun ini. Perubahan
kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah segera diberlakukan
mulai Juli 2013.
Tentang perubahan kurikulum ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) mengklaim bahwa Kurikulum 2013 memiliki 3 (tiga)
keunggulan lebih baik dibandingkan dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum Tahun 2006. Menurut penjelasan Menteri
Pendidikan & Kebudayaan M Nuh, keunggulan Kurikulum 2013 meliputi :
Pertama, jika pada kurikulum KTSP mata pelajaran ditentukan dulu untuk
menetapkan standar kompetensi lulusan, maka pada Kurikulum 2013 pola
pikir tersebut dibalik.
Kedua, kurikulum baru 2013 memiliki pendekatan yang lebih utuh dengan
berbasis pada kreativitas siswa. Kurikulum baru ini diyakini telah
memenuhi tiga komponen utama pendidikan, yaitu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang akan menjadi penguatan pada pembentukan
karakter, dan Ketiga, pada kurikulum baru kompetensi yang ada pada
jenjang SD, SMP dan SMA didesain secara berkesinambungan.
Sementara itu, untuk mendukung kesiapan dalam penerapan Kurikulum 2013
Kemendidkbud menjelaskan bahwa telah menyiapkan rencana tindakan dan
strategi melalui 3 program yaitu : Pertama, menyiapkan buku referensi
untuk pegangan guru dan murid yang berbeda isi dan bobotnya. Kedua,
menyiapkan program pelatihan guru secara bertahap dan berkelanjutan yang
realisasinya akan dimulai untuk guru yang mengajar pada kelas satu dan
empat di jenjang SD, kelas tujuh di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK.
Sedangkan target jumlah tenaga guru yang diikutsertakan dalam pelatihan
ini berkisar antara 400 sampai 500 ribu-an orang. Ketiga mengubah
sistem tata kelola/manajemen pada setiap tingkat satuan
pendidikan/sekolah. Alasannya adalah karena kurikulum berubah, maka tata
kelolanya dan sistem administrasinya juga harus diubah, misalnya bentuk
dan format rapor perlu disesuaikan dengan perubahan mata
pelajaran/bidang studi, format silabus untuk setiap jenjang pendidikan
harus diubah, sistem dan prosedur laporan pendidikan yang lain harus
disesuaikan, dll.
Jika kita perhatikan dari uraian di atas, alasan perubahan dan rencana
implementasi Kurikulum 2013 tampaknya sangat masuk akal dan menawarkan
harapan yang cukup menjanjikan yaitu perubahan menuju ke arah yang lebih
baik. Namun, apakah memang nanti akan sungguh terjadi demikian? Marilah
kita mencoba menganalisis dan melakukan prediksi secara lebih cermat
terkait dengan setiap perubahan kurikulum yang pernah terjadi di negeri
ini.
Jika dihitung sejak Indonesia merdeka, setidaknya sudah terjadi
perubahan kurikulum sebanyak 11 (sebelas) macam yang berbeda-beda antara
lain: (1) Tahun 1947 disebut Rencana Pelajaran : Dirinci Dalam Rencana
Pelajaran Terurai, (2) Tahun 1964 Rencana Pendidikan Dasar, (3) Tahun
1968 Kurikulum Sekolah Dasar, (4) tahun 1974 Kurikulum PPSP (Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan), (5) Tahun 1975 Kurikulum Sekolah Dasar,
(6) Tahun 1984 : Desain Kurikulum 1984 (7).Tahun 1994 : Desain Kurikulum
1994, (8)Tahun 1997: Revisi Kurikulum 1994, (9) Tahun 2004 : Rintisan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), (10) Tahun 2006: Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), dan (11) Tahun 2013 : Kurikulum 2013.
Dari seluruh perubahan tersebut, sejarah mencatat bahwa setiap
perubahan kurikulum yang terjadi selama kurun waktu tersebut belum
pernah mampu menciptakan perbaikan terhadap sistem pendidikan nasional
secara mendasar dan berdampak positif secara signifikan, apalagi membawa
keunggulan yang mampu mengangkat citra positif yang ditandai dengan
semakin meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia.
Fakta dan realita secara de fakto dan de jure bahwa situasi dan kondisi
terutama menyangkut sistem dan tingkat mutu pendidikan sampai sekarang
belum berbentuk dan belum menampakkan suatu standar mutu yang dapat
diakui eksistensinya secara nyata serta tetap berada pada level cukup
bawah apabila dibanding dengan negara-negara lain yang kondisi sosial,
politik, dan ekonominya setara, akan tetapi mereka lebih unggul dalam
sistem pengelolaan dan pencapaian mutu pendidikan di negaranya; artinya
kita selalu dalam posisi tertinggal jauh di belakang (far fall behind).
Apakah kemudian kita pesimis atau apriori terhadap setiap perubahan
kurikulum? Bisa YA, bisa juga TIDAK, hal itu sangat tergantung dari
sudut mana kita memandang dan mengambil sikap. Namun, apabila kita
melihat dari kecenderungan/trend dari 10 kali perubahan yang boleh
dikatakan secara ekstrem “nyaris tak berdampak terhadap kemajuan dan
peningkatan mutu pendidikan secara signifikan “, maka mungkin kita
kemudian akan bersikap pesimis dan apriori.
Namun, apabila kita fokus pada inti masalah dan berusaha mencari akar
masalah serta memikirkan alternatif solusinya, maka boleh jadi perubahan
kurikulum 2013 kali ini dapat kita pandang sebagai “HARAPAN BARU“. Dari
semua perkara di atas, hanya ada satu pertanyaan yang paling mendasar
yaitu : Mengapa perubahan kurikulum di Indonesia dari periode ke periode
hampir tidak pernah mampu menciptakan perbaikan yang mendasar dan
bersifat signifikan?” Jawaban dan alasannya kemungkinan besar adalah
meliputi indikasi sebagai berikut : (1) Sebelum dilakukan perubahan
kurikulum, tidak dilakukan kajian yang benar-benar komprehensif dan
bersifat menyeluruh dengan memperhatikan aneka aspek serta melibatkan
para pihak yang terkait sehingga kajian mampu menyentuh akar masalah dan
tidak hanya mengupas gejala/fenomenanya saja.
Analoginya, jika kita ingin mengobati suatu penyakit secara tuntas,
maka kita perlu menemukan apa jenis penyakit yang sesungguhnya, dan
bukan hanya merasa cukup dengan melihat gejala-gejalanya. Jadi, jangan
hanya mengobati suatu penyakit dengan mengobati gejala-gejalanya saja.
Harus kita sadari bahwa banyak penyakit yang memiliki gejala yang sama,
namun jenis penyakitnya lain.
(2) Penetapan atau pengambilan keputusan tentang perubahan kurikulum
seringkali lebih berorientasi pada kebijakan secara politik sehingga
terkesan ganti menteri ganti kebijakan, dan tidak berdasarkan masalah
hakiki dan alasan esensial yang seharusnya menjadi pertimbangan utama,
(3) Kesalahan paradigma dan asumsi umum di Indonesia bahwa kurikulum
hampir selalu dipandang sebagai titik sentral penyebab atau biang keladi
atas kegagalan sistem pendidikan dan implementasinya.
Kita lupa bahwa banyak faktor atau unsur lain yang bersifat menjadi
agen penentu atas keberhasilan dalam implementasi suatu sistem
pendidikan. Unsur infrastruktur dan sarana pendidikan, mutu SDM bidang
pendidikan, sistem dan model pembelajaran, sistem manajemen operasional
pendidikan, sistem evaluasi pendidikan, dll. Seringkali unsur-unsur
tersebut tidak tersentuh oleh perubahan, dan hanya kurikulum yang
dijadikan obyek utama dalam penetapan kebijakan tentang perubahan sistem
pendidikan.
(4) Implementasi setiap kurikulum pada periode tertentu, tidak pernah
terlaksana secara tuntas dan tidak diadakan evaluasi secara mendalam
untuk mengetahui tingkat efektivitasnya. Ibaratnya penyakit belum juga
sembuh, tetapi sudah ganti obat yang belum jelas khasiatnya. Taruhlah,
apakah dari 10 kali periode perubahan kurikulum, Kemendikbud pernah
menyampaikan bukti berdasarkan dokumen portofolio yang menunjukkan bahwa
kurikulum lama tidak efektif dan perlu diganti dengan kurikulum baru?
Jawabnya : Tidak ada.
Jadi, kesannya adalah kebijakan berdasarkan kosep “ Like “ or
“Dislike“; alias suka atau tidak suka. Jika masih suka, tidak diganti.
Sebaliknya jika, sudah tidak suka, ya diubah sekenanya. (5) Perubahan
kurikulum dipaksakan berdasarkan otoritas birokratik. Artinya bahwa
perubahan kurikulum cenderung top-down (dari pemegang
kekuasaan/otoritas), bukan kolaboratif (melibatkan saran/ masukan dan
kajian dari aneka pihak yang berkepentingan misalnya para praktisi dan
pakar pendidikan, para peneliti bidang pendidikan, masyarakat yang
peduli terhadap dunia pendidikan, para pelaku dunia industri dan usaha
atau lembaga/instansi terkait, dll), Kembali pada rencana implementasi
kurikulum 2013 dan keunggulannya dibandingkan dengan kurikulum KTSP.
Jika benar-benar kita cermati sebenarnya pada rencana implementasi
kurikulum 2013 tidak terdapat perbedaan yang signifikan kecuali : (1)
penekanan pada pendidikan karakter, (2) pengurangan jumlah mata
pelajaran/bidang studi dan dibarengi penambahan jam belajar, (3) upaya
menyambungkan keberlanjutan antara kompetensi yang ada di SD, SMP,
hingga SMA. Sebenarnya, jika hanya itu saja, tidak perlu mengubah
kurikulum, dan cukup dengan merevisi Kurikulum 2006 : KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) sehingga akan lebih efektif dan efisien baik
dari segi teknis maupun pembiayaan.
Sebab salah satu keunggulan KTSP adalah memasukkan konsep otonomi
pendidikan. Setiap sekolah memiliki peluang untuk menjadi inovatif
dengan menerapkan SNP (Standar Nasional Pendidikan) dibarengi
pengembangan secara kreatif dan kontekstual menuju sekolah unggul yang
otonom. Kurikulum 2013 justru dapat memasung kreativitas dan otonomi di
bidang pendidikan karena kurikulum dan persiapan proses pembelajaran
akan disediakan dalam bentuk produk jadi (completely-built up product).
Misalnya guru akan diberi silabus siap pakai, buku wajib siap pakai,
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) siap pakai, dan sebagainya tanpa
mempertimbangkan kebutuhan dan konteks masing-masing sekolah. Memang
secara teknis dalam pelaksanaan tugas, guru dibuat lebih ringan dan
mudah dalam mempersiapkan administrasi dan materi pelajaran, tetapi kita
mungkin tidak sadar bahwa ini sebenarnya merupakan sebuah kemunduran.
Sebab hal serupa pernah terjadi pada implementasi Kurikulum Tahun 1947
dan Kurikulum 1975 yang mengacu pada konsep Kurikulum Berbasis Materi
(Content Based-Curriculum) dan konsep ini sudah ditinggalkan oleh
negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Prancis, Jerman, dll sejak
tahun 1920-an yang salah satu cirinya adalah bahwa silabus dan buku
referensi guru dijadikan “Kitab Suci“. Jadi semua guru harus mengajar
dengan rujukan silabus dan buku pegangan wajib yang telah ditentukan.
Kita mestinya harus sadar bahwa kita sekarang hidup di zaman modern
dengan pendekatan yang berbeda. Proses pendidikan pada jaman sekarang
mengacu pada konsep otonomi pendidikan (Education Autonomy) dan
pembelajaran aktif (Active learning), kolaboratif (Collaborative
Learning), serta menyarankan referensi pada aneka sumber belajar
(Multi-Resources Learning) yang bersifat terintegrasi (integrated
learning) dan juga melibatkan aneka disiplin ilmu yang terkait
(Inter-disciplines ).
Semua guru dapat mengajar (mengembangkan kecakapan intelektual,
penguasaan sains dan teknologi), tetapi tidak semuanya mampu mendidik
(mengubah paradigma, sikap dan perilaku dalam rangka membentuk karakter
siswa).Oleh sebab itu, kendala lain yang paling berat dalam implementasi
kurikulum 2013 adalah urusan mengubah paradigma, sikap, perilaku dan
karakter para guru itu sendiri sebelum mereka melaksanakan tugas sebagai
pendidik yaitu membentuk karakter siswa.
Justru unsur pembentukan karakter inilah yang telah ditetapkan menjadi
salah satu fokus pengembangan kurikulum 2013. Oleh sebab itu dalam
konteks ini, Kemendikbud wajib menginventarisasi tentang jumlah guru dan
memetakan kemampuan mereka khususnya dalam hal kecakapan mendidik.
Idealnya seorang guru harus menjadi pengajar profesional dan sekaligus
pendidik yang memiliki mental tangguh. Jangan sampai Kemendikbud
menugaskan sembarang guru yang hanya cakap mengajar, tetapi tidak mampu
mendidik. Kita semua berharap, melalui salah satu unsur keunggulan
kurikulum 2013 ini dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan
karakter bangsa.(**tom/k1)
sumber : http://www.kaltimpost.co.id
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori
Artikel
|
Berita Pendidikan
dengan judul
Kurikulum 2013 Lebih Unggul daripada Kurikulum Sebelumnya?
. Jika kamu suka, jangan lupa like dan bagikan keteman-temanmu ya... By :
Gudang Makalah
Ditulis oleh:
Unknown
-
Belum ada komentar untuk " Kurikulum 2013 Lebih Unggul daripada Kurikulum Sebelumnya? "
Posting Komentar